Abdul Hamid, Tokoh di Balik Berdirinya Dewan Dakwah
ABDUL HAMID, sampai saat buku biografi Pendiri dan Pemimpin Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia ini selesai ditulis tahun 2017, biodata tokoh kunci di balik berdirinya Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII) pada 26 Februari 1967, belum ditemukan.
Mengapa disebut tokoh kunci? Karena Abdul Hamid bersama para pengurus Masjid Al-Munawarah, Tanah Abang, Jakarta Pusat, inilah yang mendatangi dan menawari Mohammad Natsir untuk menjadikan Masjid Al-Munawarah sebagai markas perjuangan Natsir dan kawan-kawan, sesudah ikhtiar merehabilitasi Partai Masyumi ditolak oleh penguasa Orde Baru.
Mendatangi Natsir
Mengenai hal ini, Natsir bercerita, "Selagi saya beristirahat di kediaman anak saya di Jalan Otto Iskandar Dinata, Jatinegara (Jakarta Timur), setelah saya dibebaskan oleh penguasa Orde Baru dari tahanan karantina politik pemerintah Orde Lama, saya dikunjungi oleh rombongan pengurus Masjid Al-Munawarah Tanah Abang, diantar oleh Saudara Buchari Tamam. Rombongan itu terdiri dari Pak H. Abdul Hamid, Pak Asyrul Datuk Penghulu Basa, Pak H. St. Ismail, dan Pak H. Agus St. Pangeran. Beliau-beliau mengharapkan saya bersedia ikut memanfaatkan Masjid Al-Munawarah untuk pengembangan syiar Islam, dengan menjanjikan akan mengusahakan segala fasilitas."
BACA JUGA: Pak Natsir dan Kerupuk
Menurut Buchari Tamam, yang mengantar rombongan pengurus Masjid Al-Munawarah menemui Natsir, bekas Ketua Umum Masyumi dan bekas Perdana Menteri Republik Indonesia itu tertarik kepada tawaran Abdul Hamid dan kawan-kawan. Natsir meminta Buchari untuk menindaklanjuti hasil pertemuan dengan pengurus Masjid Al-Munawarah itu.
Dari peristiwa sederhana, kunjungan pengurus Masjid Al-Munawarah kepada Natsir itulah digagas penyelenggaraan halal bi halal alim ulama, dai, khatib, dan muballigh se-Jakarta Raya. Dan, dari halal bi halal di akhir Februari 1967 itulah lahir gagasan membentuk organisasi yang bergerak di lapangan dakwah, Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII).
Kamar Sempit
Kegiatan Dewan Dakwah dimulai dari tempat yang sederhana, yaitu sebuah kamar sempit berbentuk segi tiga di sudut Masjid Al-Munawarah yang sebelumnya digunakan untuk gudang barang-barang inventaris masjid. Tidak ada modal yang tersedia.
Dua aktivis senior Dewan Dakwah, H. Ramlan Mardjoned dan H. Badruzzaman Busyairi sama-sama mencatat Abdul Hamid yang pegawai sebuah bank swasta itu adalah seorang pekerja keras yang memiliki semangat perjuangan dakwah. ***
Penulis: Hadi Nur Ramadhan (Founder Pusdok Islam Indonesia Tamaddun)._