Pak Natsir dan Kerupuk

Sejarah  
Mohammad Natsir, pendiri Dewan Dakwah.

Tak lama lagi, Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia (DDII) akan berusia 55 tahun, tepatnya pada 26 Februari 2022. Bersamaan dengan itu, organisasi yang didirikan oleh Mohammad Natsir ini akan menggelar Rapat Koordinasi Nasional bertajuk Menguatkan Organisasi, Memperkokoh NKRI. Kota yang dipilih sebagai tuan rumah adalah Padang, Sumatera Barat.

Saya teringat seorang sahabat, Hadi Nur Ramadhan, yang beberapa waktu lalu bersilaturahim ke rumah saya di Depok, Jawa Barat. Ia adalah pendiri sekaligus ketua Yayasan Pusat Dokumentasi Islam Indonesia Tamaddun. Ia datang membawa buah tangan berupa beberapa buku. Satu di antaranya berjudul Patah Tak Tumbuh Hilang Tak Berganti.

Buku tersebut ia sendiri yang tulis. Tebalnya 418 halaman, berisi inspirasi-inspirasi dari Bapak Pendiri Dewan Dakwah, Mohammad Natsir.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Bercerita tentang nilai-nilai yang dianut oleh Dewan Dakwah, pastilah bercerita tentang Pak Natsir, sapaan akrab Mohammad Natsir, terutama semangat juangnya dan kesederhanaannya.

Saya membolak-balik buku yang diberikan sahabat saya tadi. Banyak sekali artikel menarik dalam buku ini. Namun, yang paling menarik, menurut saya, adalah bab berjudul Pak Natsir, Nasi Putih dan Kerupuk.

Dikisahkan, pada suatu hari, di saat Hari Tasyrik, sebagian masyarakat Muslim di Indonesia masih memotong hewan kurban. Tiba-tiba seorang muhsinin mengirimkan makan siang untuk seluruh karyawan Dewan Dakwah yang berkantor di Kompleks Kramat Raya 45, Jakarta Pusat. Selepas shalat Zuhur, makanan berupa sate dan gulai kambing, kerupuk, dan lalapan, telah ditata rapi di lantai dua Masjid al-Furqon.

Dalam waktu singkat, sate dan gulai habis tandas. Yang tertinggal hanya ceceran kuahnya saja, serta beberapa kerupuk. Namun, meski yang tertinggal hanya itu, sejumlah karyawan yang datang terlambat masih menyantapnya dengan senang hati.

Tetiba datanglah Pak Natsir. Rupanya beliau dipersilahkan juga naik ke lantai dua Masjid al-Furqon untuk sama-sama menyantap hidangan kurban. Dengan wajah yang berseri-seri, seperti biasanya, Pak Natsir menyapa setiap orang. "Wah, kita makan sama-sama ini," kata Pak Natsir sebagaimana ditirukan oleh Aru Syeif Assad, pengurus Dewan Da'wah yang juga hadir dalam acara tersebut.

Dengan ekspresi yang tidak berubah, Pak Natsir menerima piring yang disodorkan kepadanya, lalu mengambil nasi secukupnya. Beliau tampak tidak kaget ketika melihat Aru Syeif memiringkan baskom agar kuah gulai bisa diambil, sementara daging sudah tak ada lagi. Terakhir, Pak Natsir mengambil sebuah kerupuk dan duduk bersama karyawan Dewan Dakwah yang berbaju amat sederhana sambil berbincang-bincang hangat,

"Saya ingat betapa semua yang hadir saat itu merasa sangat malu, kenapa Pak Natsir sampai tidak kebagian hidangan? Lebih malu lagi, Pak Natsir tampak tidak terganggu dengan makanan yang beliau terima, malah beliau tambah satu sendok kecil," kata Aru Syeif sebagaimana dikutip dalam buku sahabat saya ini.

Begitulah kesederhanaan Pak Natsir, tokoh nasional yang pernah menjadi Perdana Menteri Indonesia. Beliau juga pendiri Partai Masyumi. Bahkan di kancah internasional, beliau adalah presiden Liga Muslim Dunia (World Muslim League). Namun, sederet jabatan tersebut tak mengubah kesederhanaannya.

Saat ini, pemimpin sederhana seperti Pak Natsir amat langka. Namun, insya Allah tetap ada. Semoga organisasi-organisasi Islam yang lahir dari pemimpin sederhana seperti itu dijaga oleh Allah Ta'ala dari perpecahan, bahkan menjadi pemersatu umat. Bangsa ini amat membutuhkan sosok pemimpin sederhana seperti itu.

Selamat milad Dewan Dakwah!

Penulis: Mahladi Murni

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Jaga Iman dengan Berbagi Renungan

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image