Memilih Sakit Belum Tentu Menderita
Jika Anda diberi dua pilihan: menjadi sakit atau menjadi sehat. Mana yang akan Anda pilih?
Hampir pasti semua orang yang kita tanya akan memilih sehat. Sebab, sehat itu menyenangkan, sedang sakit itu menyengsarakan.
Begitu pula ketika Anda ditanya, apakah memilih kaya atau miskin? Tentu Anda akan menjawab memilih kaya. Sebab, lagi-lagi, kaya itu menyenangkan, sedang miskin itu menyengsarakan.
Pilihan ini tentu tidak keliru. Sebab, kita tahu, banyak kebajikan yang bisa kita lakukan jika kita sehat. Kita bisa beribadah secara sempurna, melakukan safar untuk menuntut ilmu, atau membantu orang lain yang butuh tenaga.
Begitu juga jika kita kaya. Dengan kekayaan tersebut, kita bisa membangun sumber pahala yang terus mengalir meskipun kita sudah meninggal. Masih ingat cerita tentang sumur Utsman bin Affan? Ya, Utsman, seorang sahabat Rasulullah SAW yang dengan kekayaannya bisa membeli sebuah sumur milik seorang Yahudi dengan harga yang sangat mahal.
Setelah sumur tersebut berpindah tangan menjadi milik Utsman, kaum Muslim yang semula harus membeli air sumur tersebut dari Sang Yahudi, menjadi bebas tanpa harus membeli. Bahkan, manfaat sumur tersebut bisa dirasakan sampai sekarang.
Begitulah keadaan kita jika Allah menakdirkan kita kaya dan sehat. Namun, keliru jika kita memilih sehat atau memilih kaya hanya karena takut menderita. Kalau sekadar menderita di dunia, mungkin saja ya! Tapi, menderita di akhirat, belum tentu!
Boleh jadi rasa sakit dan kemiskinan yang kita alami justru memudahkan kita untuk hidup senang di akhirat. Atau, sebaliknya, kekayaan dan kesehatan teresebut justru membuat kita sengsara di akhirat kelak. Na'udzubillahi min dzalik.
Mengapa seperti itu?
Bagi kaum Mukmin yang meyakini bahwa hidup bukan hanya di dunia, maka ia akan ikhlas menerima apa pun keadaannya, baik sehat maupun sakit, kaya atau miskin, asalkan hal tersebut bisa memudahkannya menuju kebahagiaan di akhirat.
Tentang sakit yang ia derita, bukanlah sesuatu yang harus dikutuk. Sebab, bisa jadi rasa sakit tersebut akan mengikis habis dosanya sebagaimana tungku yang menghilangkan kotoran pada besi.
Hal ini sesuai dengan nasehat Rasulullah SAW kepada seorang sahabat wanita bernama Ummu Sa'ib, sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim. Ketika itu Ummu Sa'ib sedang dicoba dengan penyakit demam yang tinggi dan itu menyebabkan ia gelisah luar biasa.
"Semoga Allah mengutuk penyakit ini," kata Ummu Sa'ib.
Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Janganlah mengutuk demam. Sebab sesungguhnyanya penyakit itu seperti tungku yang menghilangkan kotoran dalam besi."
Begitu juga kemiskinan, janganlah kita ratapi. Sebab, bisa jadi ketiadaan harta justru akan mempercepat hisab kita di akhirat kelak.
Tentang ini, Rasulullah SAW pernah bersabda kepada kaum fakir dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, " Wahai orang-orang fakir, apakah aku tidak memberi kabar gembira pada kalian bahwa orang-orang mukmin yang fakir akan masuk surga lebih dulu sebelum orang-orang mukmin yang kaya dengan jarak setengah hari akhirat (atau setara dengan 500 tahun)."
Nah, apa pun keadaan kita, mari kita jalani hari-hari kita dengan rasa syukur dan sabar. ***
Penulis: Mahladi Murni