Antara Umpan Pancing dan Konten Media Publikasi
Bayangkan jika ada seorang pemuda yang setiap hari menyediakan umpan pancing di depan rumahnya. Gratis! Siapa saja boleh mengambilnya.
Kadang ia taruh cacing. Kadang juga beberapa potongan daging dan ikan yang kecil-kecil.
Ia berharap para pemancing akan ramai datang ke rumahnya dan mengambil umpan-umpan tersebut. Ia yakin ikan-ikan akan suka menyantap setiap umpan yang ia sediakan dan para pemancing akan pulang ke rumah dengan perolehan ikan yang banyak.
Ia lakukan itu setiap hari. Namun anehnya, tak ada yang datang ke rumahnya. Umpan-umpan yang ia sediakan tak berkurang sama sekali. Lama-lama pemuda itu mulai bosan.
"Ah, ngapain saya melakukan kegiatan yang sia-sia ini. Mubazir! Tidak ada orang yang tertarik dengan apa yang saya lakukan." Begitu pikir pemuda itu.
Lalu keesokan harinya ia pun berhenti melakukan itu.
Seperti itulah perumpamaan beberapa anak muda yang saya ajak membuat media publikasi. Awalnya mereka mau. Mereka mulai membuat media publikasi sederhana seperti blog. Mereka isi blog tersebut dengan tulisan disertai foto pada setiap tampilan.
Sehari, dua hari. Sepekan, dua pekan. Mereka mulai merasa jenuh. Sebab, tak ada yang mengapresiasi karya-karya mereka. Bahkan mungkin tak ada pula yang membacanya. Kalau pun ada yang membacanya, dampak yang dirasakan hanyalah perubahan pada statistik blog. Hanya angka-angka yang bisu.
Lama-lama anak-anak muda ini pun bosan. Mereka berujar, "Ah, ngapain saya menghabiskan waktu dengan ini semua."
Lalu keesokan harinya mereka pun berhenti mengelola media publikasi.