Haji Itu Mengajarkan Taat
Ini sepenggal kisah perjalanan haji di tahun 2017. Ketika itu, saya bersama beberapa kepala suku Papua diberi kesempatan oleh Allah Ta'ala untuk menunaikan ibadah haji, salah satunya Husein Sangadji Baharuddin.
Husein adalah kepala suku Moa, salah satu suku di pedalaman Sorong, Papua Barat. Saat bertawaf mengelilingi Ka'bah, ia sudah terlihat letih. Jalannya sudah tidak tegap lagi. Padahal, ia baru menyelesaikan empat putaran. Masih ada 3 putaran lagi.
Ketika masih muda, Husein biasa berjalan kaki. "Dulu saya sering naik gunung," ceritanya kepada saya. Tapi itu dulu. Sekarang, Husein tak muda lagi. Ia sudah berusia 64 tahun. Kegagahannya sudah banyak berkurang.
Husein terus melangkah mengelilingi Ka'bah. Mulutnya hanya menyebut dua kata, "Allahu Akbar." Ia tak bertanya mengapa harus mengelilingi kotak besar berwarna hitam tersebut. Ia hanya diperintah berjalan, maka ia berjalan.
Saat melewati Hajar Aswad, tangan Husein terangkat ke arah Ka'bah. Ia mengikuti gerakan jamaah yang lainnya. Mulutnya masih melafazkan dua kata, "Allahu akbar". Ia juga tak bertanya mengapa harus melakukan gerakan seperi itu.
Usai berputar tujuh putaran, saya menyuruh Husein berhenti, lalu kami melaksanakan shalat dua rakaat, dan bergeser ke arah bukit Safa. Husein menurut saja!
Dari bukit Shafa, Husen berjalan ke arah bukit Marwah. Demikian seterusnya hingga tujuh kali.
"Ayo Bapak, kita lari-lari," kata saya manakala memasuki wilayah lampu hijau. Wilayah itu --yang panjangnya kira-kira sepertiga jarak antara Bukit Shafa ke Marwah-- memang digunakan sebagai pembatas wilayah Bathnul Wadi. Di wilayah ini jamaah dianjurkan untuk berlari-lari kecil.
BACA JUGA: Jangan Hina Pendosa, Belum Tentu Kita Lebih Baik Darinya
Husein lagi-lagi menurut. Ia berlari-lari kecil meskipun kakinya sudah pegal. Ia tak mempersoalkan mengapa harus berlari dan tidak berjalan saja. Ia juga tak mempermasalahkan mengapa harus 7 kali bolak balik dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah dan bukan satu kali saja.
Lalu terakhir, Husen harus merelakan rambutnya yang hitam dan kriting itu dipotong sedikit. Sang kepala suku ini lagi-lagi taat tanpa membantah.
Husein sesungguhnya bukan taat kepada saya. Bukan! Husein taat kepada Allah Ta'ala. Sebab, haji itu sesungguhnya mengajarkan ketaatan. Kita rela menghabiskan waktu, tenaga, pikiran, dan uang yang banyak untuk pergi haji hanya karena kita taat kepada Allah Ta'ala.
Inilah ubudiyah. Inilah penghambaan kepada Allah Ta'ala. Sungguh naif jika manusia tetap menyombongkan diri sepulang mereka menunaikan ibadah haji.
Wallahu a'lam. ***
Penulis: Mahladi Murni