Pulang Kampung

Hikmah  
Kampung yang dirindukan (ilustrasi)

“Pulang kampung” adalah istilah yang akrab bagi para perantau. Mereka ingin sekali pulang karena rindu dengan tempat asalnya. Mereka tak keberatan mengorbankan banyak harta demi bisa pulang kampung. Mereka juga rela berpayah-payah demi bisa sampai ke kampung halamannya.

Surga adalah tempat asal manusia. Awalnya, Adam Alaihissalam (AS), nenak moyang manusia, ditempatkan oleh Allah Ta’ala di surga bersama sang istri, Hawa.

Wahai Adam!” kata Allah Ta’ala dalam al-Qur’an surat Al Baqarah [2] ayat 35, “Tinggallah engkau dan isterimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah kamu dekati pohon ini. Nanti kamu termasuk orang-orang yang zalim.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Rupanya, setelah berdiam di surga, Adam AS lalai. Akibatnya, beliau berdua diusir dari kampung halamannya, “pergi merantau” ke dunia.

Semua manusia di muka bumi ini adalah anak keturunan Adam AS. Mereka banyak memperoleh cerita tentang indahnya “kampung halaman” nenek moyang mereka dari mulut para Nabi dan para penerus risalah Nabi.

BACA JUGA: Jujurlah, Takutkah Anda Pada Neraka?

Tentang keindahan dan kenikmatan tersebut, Allah Ta'ala menggambarkan dalam Hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, “Aku (Allah) telah menyediakan untuk hamba-hamba-Ku yang shaleh suatu balasan (surga) yang belum pernah terlihat oleh mata, belum pernah terdengar oleh telinga , dan belum pernah terlintas di dalam hati” (Riwayat Bukhari).

Luas surga seluas langit dan bumi, sebagaimana diterangkan oleh Allah Ta’ala dalam al-Qur’an surat Ali Imron [3] ayat 133. Di dalamnya mengalir sungai dengan berbagai jenis air. Ada sungai dengan air jernih yang tidak berubah rasa dan baunya. Ada juga sungai susu yang juga tidak berubah rasanya. Ada sungai anggur (khamar) yang sangat lezat dan tidak memabukkan. Dan, ada sungai madu yang airnya terdiri atas madu murni yang disaring. Semua tergambar dalam al-Qur’an surat Muhammad [47] ayat 15.

Para penghuni surga benar-benarakan dimanjakan. Mereka mengenakan pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal. Mereka juga mengenakan gelang dari perak (Al Insan [76]:21), atau perhiasan yang terbuat dari emas dan mutiara (Fathir [35]: 33).

Makanan dan minuman beraneka macam selalu tersaji dalam piring dan gelas dari emas. Mereka bebas menikmatinya sesuka hati (Az-Zukhruf [43]:71). Mereka dilayani oleh pelayan-pelayan muda bagai mutiara yang bertaburan (Al Insan [76]:19).

Di dalam surga, tidak ada lagi permusuhan dan rasa dengki antara sesama penghuni. Mereka hidup rukun dan damai bagaikan saudara kandung. Mereka tak pernah merasa penat, lelah, atau letih. Mereka selalu merasa aman (Al-Hijr [15]:46-48).

Begitulah keadaan kampung halaman kita. Tak inginkah kita kembali ke sana? Logikanya, jelas ingin! Hanya saja, sebagian dari kita tidak benar-benar mengimaninya, sehingga tak sungguh-sungguh berusaha untuk pulang ke “kampung halaman” tersebut.

Sebagian lagi malah menganggap “kampung halaman” tersebut tidak ada. Atau, mereka menganggap ada, namun tidak mau mengimani jalan yang ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam (SAW) untuk menuju ke sana. Mereka enggan untuk taat.

BACA JUGA: Janji Manusia Kepada Rabb-nya

Fenomena ini pernah diceritakan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Pada suatu hari, Rasulullah SAW berkata kepada mereka, “Seluruh umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.”

Para sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah (orang) yang enggan (masuk surga)?”

Rasulullah SAW menjawab, “Barang siapa yang taat kepadaku, maka ia akan masuk surga. Dan, barangsiapa yang tidak menaatiku berarti ia telah enggan (masuk surga).”

Dialog sederhana yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah ini memberi petunjuk kepada kita tentang jalan yang lurus dan jalan yang bengkok. Jalan yang lurus adalah jalan ketaatan kepada ajaran Rasulullah SAW, yang juga berarti taat kepada Allah Ta’ala. Sedangkan jalan yang begkok adalah jalan keingkaran kepada ajaran Rasulullah SAW.

Jalan yang lurus tentu saja berakhir di kampung halaman kita, tempat segala kenikmatan terkumpul di sana. Sedang jalan yang bengkok adalah jalan kesesatan yang akan berakhir di neraka, tempat segala penderitaan terkumpul di sana.

Wallahu a’lam. ***

Penulis: Mahladi Murni

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Jaga Iman dengan Berbagi Renungan

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image