Ulasan

Wilayah Baitul Maqdis Menurut Para Cendekiawan Muslim

Peta Palestina tahun 1946 hingga 2000 yang diambil dari Juancole.com. Tergambar. Tergambar bagaimana penyusutan wilayah Palestina akibat pemukim Israel.

Ada beberapa ulama yang pernah membahas secara khusus tentang batas-batas geografis kawasan Baitul Maqdis. Satu di antaranya adalah Ibnu al-Murajja (wafat 492 H/1099 M)

Menurut Ibnu al-Murajja dalam Kitab Fada’il Baitul Maqdis wal Khalil wa Fada’il asy-Syam, wilayah Baitul Maqdis lebih luas dari Yerusalem. Bahkan, kota Nablus yang terletak sekitar 49 km sebelah utara Yerusalem dan masih menjadi bagian dari Tepi Barat Palestina, juga termasuk Baitul Maqdis.

“Tanah yang paling dicintai Allah adalah tanah al-Syam, dan tanah yang paling dicintai Allah di al-Syam adalah al-Quds, dan bagian dari al-Quds yang paling dicintai Allah adalah puncak Nablus ” tulisnya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Nablus memang wilayah dataran tinggi. Kota ini berada di ketinggian sekitar 550 meter (1.800 kaki) di atas permukaan laut. Ia juga berada di sebuah lembah yang membentang dari timur ke barat, di antara dua gunung: Gunung Ebal di sebelah utara (tingginya 940 meter), dan Gunung Gerizim di sebelah selatan (tingginya 881 meter).

Yang menarik, Ibnu al-Murajja menggunakan istilah al-Quds untuk menunjuk Baitul Maqdis, dan Nablus menjadi bagian penting dari al-Quds.

Sementara itu, Al-Hamawi (wafat 626 H/1229 M), dalam kitabnya Mu’jam al-Buldan (5/195), mengatakan, “Apa yang saya lihat, tanah itu dan kota-kotanya terletak di pegunungan yang tinggi. Di sekitar atau di dekat tanah tersebut tidak terdapat dataran rendah sama sekali, bahkan perkebunannya terletak di pegunungan Adapun kotanya sendiri, terletak di suatu daerah terbuka di tengah-tengah pegunungan tersebut.

Kota yang terletak di tengah-tengah pegunungan yang ia maksud adalah Baitul Maqdis. Dalam kenyataannya, Kota Bertembok atau Yerusalem, memang terletak di tengah pegunungan yang saling berhubungan dan membentang dari sebelah utara Nablus sampai Gurun Negev di sebelah selatan.

Namun, Al-Hamawi tidak mempertimbangkan cekungan Laut Mati yang merupakan daerah rendah, atau tepi Laut Mediterania, atau Gurun Negev sebagai bagian dari Baitul Maqdis.

Tampaknya al-Hamawi menganggap Baitul Maqdis hanya mencakup ujung daerah pegunungan pada dua sisi, yaitu tepat sebelum Laut Mati dan Sungai Jordan sebelah timur. Ke arah barat, daerah tersebut tidak mencakup kota-kota di tepi laut. Ke arah selatan, daerahnya hanya mencakup bagian ujung kawasan pegunungan, yang merupakan awal dari gurun di al-Kuseifa.

Selain itu, al-Hamawi juga memasukkan Hebron ke dalam Baitul Maqdis. Hebron adalah kota yang terdapat di bagian selatan Tepi Barat. Jarak dari Hebron ke Yerusalem sekitar 41 km dengan waktu tempuh 1 jam 15 menit. Pada sekitar tahun 2020-an, kota ini ditinggali sekitar 120 ribu orang Palestina dan 600 orang pemukim Israel.

Menurut al-Hamawi, “Hebron merupakan nama kota, di mana Ibrahim as berada di dalam Baitul Muqaddas.” Bahkan, al-Hamawi memperluas daerah Baitul Maqdis ke arah selatan Hebron yang bernama Yaqin. Sedangkan ke arah utara, al-Hamawi memperluas wilayah sehingga mencakup Nablus.

Lain lagi pendapat al-Tifashi (wafat 651 H/1251 M). Beliau memberikan ukuran atau dimensi sejauh mana luas tanah Baitul Maqdis. Ungkapan al-Tifashi pernah dikutip oleh cendekiawan Muslim bernama Ibnu Fadullah (wafat 749 H/1348 M). Isinya seperti ini:

“ tanah tersebut (Baitul Maqdis) merupakan tanah yang diberkahi Allah di dalam dan sekitarnya, 40 mil panjangnya, 40 mil lebarnya, mengelilingi rumah suci (Masjidil Aqsha), dengan rumah suci sebagai titik pusatnya. Tanah tersebut sebelumnya bernama Aelia, firman Allah mengonfirmasi bahwa Baitul Maqdis (kotanya) terletak di tengah tanah yang suci yang telah Allah berkahi.”

Sayangnya, penyebutan 40 mil tersebut tidak diketahui apakah merujuk pada radius atau diameter. Hanya saja, dalam ungkapannya, al-Tifashi menyatakan bahwa area Baitul Maqdis dikenal pula sebagai Aelia. Dengan demikian, ia menyamakan batas Baitul Maqdis dengan batas Aelia.

Menurut para ulama, Aelia merupakan suatu wilayah luas yang membentang dari Kaisarea menuju Ajnadin pada saat pembebasan oleh kaum Muslimin. Jadi, luas Aelia akan lebih besar dari radius 20 mil. Selain itu, Kaisarea terletak sangat dekat dengan lingkaran bagian luar. Jadi, jika melihat hal ini, maka 40 mil yang disebut al-Tifashi adalah radius. ***

Penulis: Mahladi Murni |

Berita Terkait

Image

Nashirul: Sikap Tegas RI Atas Israel Perlu Tindak Lanjut Lebih Kongkrit

Image

Nashirul: Sikap Tegas RI Atas Israel Perlu Tindak Lanjut Lebih Kongkrit

Image

Akankah Sejarah Berulang Menimpa Kaum Yahudi?

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Jaga Iman dengan Berbagi Renungan