Tetaplah Taat Meskipun Rasulullah Tak Lagi Bersama Kita
Saat pasukan Muslim tengah terpukul dan banyak yang gugur pada perang Uhud, seorang tentara kafir Quraisy bernama Ibnu Qumaiah berkata kepada rekan-rekannya, "Aku telah membunuh Muhammad."
Rekan-rekannya tentu kaget. Padahal sebenarnya ia hanya memukul Rasulullah s.a.w. pada bagian kepala. Pukulan tersebut menyebabkan kepala Rasulullah s.a.w berdarah. Namun, beliau tidak meninggal.
Perkataan Ibnu Qumaiah kemudian menyebar dan sampai kepada pasukan Muslim. Mendengar kabar ini, sebagian pasukan Muslim sempat terpengaruh dan menyangka kabar ini benar adanya. Apalagi mereka paham bahwa seorang Nabi dan Rasul bisa saja terbunuh atau dibunuh sebagaimana para Nabi dan Rasul terdahulu.
Dalam kondisi yang terpukul seperti itu, ditambah munculnya kabar yang mengagetkan, semangat pasukan Muslim kian kendur. Bahkan, banyak di antara mereka yang mundur dari medan peperangan.
Lalu turunlah al-Qur'an surat 'Ali Imron [3] ayat 144, "Dan Muhammad hanyalah seorang rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa berbalik ke belakang, maka dia tidak akan merugikan Allah sedikit pun. Allah akan memberi balasan kepada orang yang bersyukur."
Ayat ini memberikan dua pemahaman kepada kita dan kaum Muslim yang berperang saat itu. Pertama, menurut tafsir Ibnu Katsir, bahwa Rasulullah SAW hanyalah manusia biasa yang bisa saja terluka bahkan terbunuh sebagaimana kebanyakan para Nabi sebelumnya yang dibunuh oleh kaumnya sendiri.
Namun --ini tadabbur kedua yang bisa kita petik--- tak seharusnya kematian seorang Rasul menyebabkan pasukan kaum Muslim berbalik ke belakang atau lari dari peperangan. Andaikan pasukan Muslim berbalik ke belakang maka sesungguhnya hal itu tidak akan merugikan Allah Ta'ala sedikit pun. Karena itu tetaplah berada dalam barisan ketaatan, dan Allah Ta'ala akan memberikan ganjaran kepada "mereka yang bersyukur."
Ibnu Katsir menafsirkan kata-kata "mereka yang bersyukur" dalam ayat ini sebagai orang-orang yang menjalankan ketaatan kepada Allah Ta'ala, berperang membela agama-Nya, dan mengikuti Rasul-Nya, baik sewaktu beliau masih hidup, maupun ketika beliau sudah tiada.
Yang menarik ---dan ini merupakan skenario Allah Ta'ala yang Maha Sempurna--- ayat yang turun saat perang Uhud ini menjadi kunci hadirnya ketabahan bagi para Sahabat di saat Rasulullah s.a.w. benar-benar wafat pada tahun 632 M.
Ketika itu, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Abu Bakar Ra datang dengan mengendarai kuda dari tempat tinggalnya di as-Sanah manakala mendengar Rasulullah s.a.w. telah wafat. Ia turun dan masuk ke dalam masjid Nabawi. Semua orang terdiam.
Abu bakar menemui Aisyah, putrinya, yang sedang diliputi kesedihan mendalam, lalu bergeser ke jasad Rasulullah s.a.w. yang ketika itu telah diselimuti dengan kain hibarah (kain yang bersalur).
Abu Bakar Ra membuka penutup wajah Rasulullah s.a.w.lalu menciuminya seraya menangis. Kemudian beliau berkata, "Demi ayah dan ibuku menjadi tebusanmu. Demi Allah, Allah tidak akan menghimpun dua kematian pada dirimu. Adapun kematian yang telah ditetapkan atas dirimu sekarang telah engkau laksanakan."
Lalu Umar Ra datang dan mengungkapkan kesedihannya kepada orang-orang di luar Masjid Nabawi. Ia seakan tak mau menerima kenyataan bahwa Rasulullah s.a.w, sahabat terbaiknya, telah wafat.
Abu Bakar segera keluar menemui Umar dan berkata, "Duduklah engkau, wahai Umar!"
Setelah Umar menenangkan dirinya, Abu Bakar melanjutkan perkataannya. "Amma ba'du. Barang siapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barang siapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah hidup kekal dan tidak akan mati."
Setelah itu, Abu Bakar membacakan surat 'Ali Imron [3] ayat 144 yang telah diungkap di atas, "Dan Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul (hingga akhir ayat)."
Ibnu Abbas bercerita tentang peristiwa ini, "Demi Allah, seakan-akan orang-orang tidak menyadari bahwa Allah Ta'ala telah menurunkan ayat ini sebelum Abu Bakar membacakannya kepada mereka. Maka semua orang ikut membacanya bersama Abu Bakar dan tidak ada seorang pun yang mendengarnya melainkan ia ikut membacanya."
Adapun Umar, sebagaimana dikisahkan oleh Sa'id Ibnu al-Musayab, setelah mendengar ayat ini dibacakan bergetarlah tubuhnya dan keluarlah keringat di sekujur tubuhnya. Ia lemas dan kedua kakinya tak sanggup lagi menopang tubuhnya. Ia kemudian jatuh ke tanah.
Ketika Rasulullah s.a.w. masih hidup, Ali bin Abi Thalib pernah berkata tentang firman Allah Ta'ala yang berbunyi: Apakah jika dia (Rasulullah s.a.w) wafat atau terbunuh kalian berbalik ke belakang? (Al Imran [3]: 144), sebagaimana diriwayatkan oleh Abu al-Qasim at Tabrani, "Demi Allah, kami tidak akan berbalik mundur ke belakang setelah Allah memberi kami petunjuk. Demi Allah, sekiranya beliau wafat atau terbunuh, sungguh aku akan tetap bertempur meneruskan perjuangan beliau hingga tetes darah penghabisan."
Lantas, bagaimana dengan kita sekarang setelah Rasulullah s.a.w. telah lama meninggalkan kita semua?
Wallahu a'lam. ***
Penulis: Mahladi Murni