Menulis Tapi Takut
Ketika media massa begitu mudah kita buat, maka menulis bukan lagi persoalan terpublikasi atau tidak. Kapan saja, kita bisa mempublikasika karya kita. Bahkan, di media sosial kita sudah ditantang untuk menuliskan "Apa yang Anda pikirkan (saat ini)?"
Tak sekadar itu. Artikel yang kita tulis pun tak harus panjang hingga beralinea-alinea seperti dulu. Kita juga bisa membuat karya tulis hanya beberapa kata saja. Namun, meski sangat singkat, reaksi pembaca bisa luar biasa.
Contohnya, seseorang menulis hanya tiga kata pada status media sosialnya seperti ini: Singkat, padat, nyakitin. Meskipun hanya tiga kata, tapi kolom komentar sudah dipenuhi oleh lebih dari 900 tulisan. Hebat bukan?
Nah, mari kita merenung sejenak dan jawablah pertanyaan berikut ini secara jujur. Jika Anda mempublikasikan karya tulis Anda di media online (blog atau media sosial), lalu Anda disuruh memilih antara dua pilihan berikut. Pertama, Anda tak berharap ada orang yang membagikan (men-share) tulisan tersebut. Kedua, Anda berharap tulisan tersebut tersebar luas dan dibaca banyak orang. Mana yang Anda pilih dari dua pilihan tersebut?
Logikanya Anda ---dan juga saya--- tentu memilih pilihan kedua. Sebab, buat apa kita menulis kalau sekadar untuk diri sendiri? Bukankah bila banyak yang membacanya maka akan banyak pula orang yang terinspirasi dari karya tersebut?
Tentu saja Anda ---dan saya--- benar. Namun, jika tak terbesit sedikit saja rasa takut di hati kita tentang hal buruk yang akan terjadi akibat tulisan tersebut, maka berhati-hatilah. Boleh jadi di kemudian hari kita akan mendulang dosa akibat tulisan tersebut, dan dosa itu akan bertambah banyak bila tulisan tersebut di-share oleh banyak orang.
Hal buruk apa? Barangkali ada informasi yang belum diklarifikasi kebenarannya di dalam tulisan tersebut. Barangkali pula ada cara "bertutur" yang salah sehingga orang lain tersakiti atas isi tulisan tersebut.
Atau, ada adab komunikasi yang dilanggar dalam tulisan tersebut. Boleh jadi pula ada orang yang salah memahami isi tulisan itu akibat kita kurang piawai mengemasnya. Bahkan, siapa tahu isi tulisan tersebut menimbulkan keinginan seseorang untuk melakukan kriminalitas, atau fantasi seksual yang haram.
Persoalan-persoalan di atas memang terlihat remeh. Namun, kata Allah Ta'ala, hal yang remeh boleh jadi bakal berdampak besar di kemudian hari. "... dan kamu menganggapnya remeh, padahal dalam pandangan Allah itu soal besar," firman Allah Ta'ala dalam al Qur'an surat An Nur [24] ayat 15.
Na'udzubillahi min dzalik.
Penulis: Mahladi Murni