Ayo Kita Isi 10 Malam Terakhir Ramadhan dengan Beri'tikaf

Hikmah  
Masjid UI, dulu menjadi salah satu tempat favorit untuk beri'tikaf.

Sepuluh hari terahir Ramadhan telah tiba. Rasulullah saw. biasanya menghabiskan 10 malam terakhir ini dengan beri'tikaf di masjid. Hal ini diceritakan oleh Abdullah bin Umar dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa "Rasulullah saw. beri'tikaf di 10 hari terakhir bulan Ramadhan,"(hadits nomor 1171).

Secara harfiyah, i"tikaf berarti tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Sedang secara istilah, i'tikaf berarti tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala.

Di dalam al-Qur'an, Allah Ta'ala berfirman, "Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf di dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertakwa," (al-Baqarah [2]:187).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kapan waktu beri'tikaf? Jawabnya kapan saja. Namun, untuk bulan Ramadhan, Rasulullah saw. melakukannya di 10 hari terakhir. Bahkan kebiasaan ini dipelihara oleh Rasulullah saw. setiap Ramadhan.

Lalu apa hukum i'tiqaf? Para ulama telah bersepakat bahwa i'tikaf, khususnya 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan, merupakan amalan sunnah karena dicontohkan oleh Rasulullah saw. hingga beliau meninggal dunia. Malah, pada tahun wafatnya, beliau beri'tikaf selama 20 hari.

Demikian pula para shahabat dan istri Rasulullah saw. senantiasa melaksanakan ibadah ini.

Apa pula fungsi i'tikaf dan apa yang seharusnya dilalukan saat i'tikaf?

Para ulama berpendapat bahwa i'tikaf bertujuan untuk menyucikan hati dengan berkonsentrasi semaksimal mungkin dalam beribadah dan bertaqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah Ta'ala pada waktu yang terbatas tetapi teramat tinggi nilainya.

I'tikaf juga merupakan sarana muhasabah dan kontemplasi yang efektif bagi setiap Muslim dalam memelihara dan meningkatkan keislamannya, khususnya di era modern yang materialis dan pragmatis.

Karena itu, saat i'tikaf, disunnahkan untuk memperbanyak ibadah dan taqarrub kepada Allah Ta'ala, seperti shalat sunnah, membaca al-Qur'an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, shalawat kepada Nabi saw., dan berdoa.

Jauhi rutinitas kehidupan dunia, dan berserahdirilah sepenuhnya kepada Sang Kholiq (Pencipta). Bermunajatlah sambil berdo'a dan beristighfar kepada-Nya sehingga saat kembali lagi dalam aktivitas keseharian dapat menjalaninya dengan lebih berkualitas.

Bahkan, beberapa ulama seperti Imam Malik, benar-benar mengisi i'tikafnya dengan ibadah mahdhah. Beliau meninggalkan segala aktivitas ilmiah seperti mengisi kajian keislaman. Namun, sebagian ulama yang lain masih melakukan aktivitas bermanfaat di luar ibadah mahdhah.

Beberapa hal yang masih boleh dilakukan saat beri'tikaf adalah:

Pertama, keluar dari tempat I'tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap istrinya Shofiyah Radliallahu 'Anhu (Riwayat Bukhori Muslim).

Kedua, menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.

Ketiga, keluar ke tempat yang memang sangat diperlukan seperti untuk buang air besar dan kecil, makan, minum, (jika tidak ada yang mengantarkan), dan segala sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali setelah menyelesaikan keperluannya.

Keempat, makan, minum dan tidur di masjid dengan senantiasa menjaga kesucian dan kebersihan masjid.

Demikian hal-hal yang perlu diketahui tentang i'tikaf, amalan yang disunahkan bagi kaum Muslim. Semoga kita bisa melaksanakannya. ***

Penulis: Mahladi Murni

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Jaga Iman dengan Berbagi Renungan

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image