Puasa Menumbuhkan Taqwa Kejujuran

Hikmah  
Taqwa kejujuran tak sekadar mendidik pribadi, juga mendidik lingkungan.

Taqwa yang menjadi tujuan dari ibadah puasa dan ritual-ritual ibadah lain sesungguhnya dapat diiliustrasikan sebagai suatu samudra dari beragam saluran sungai-sungai ibadah yang hulunya adalah iman dan islam.

Ibadah puasa yang berulang setiap tahun selama ramadhan merupakan salah satu saluran dengan kedalaman tidak terdeteksi yang menyimpan banyak rahasia potensi kekayaan dasar sungai. Pelaksanaan ibadah puasa bersifat rahasia. Tidak ada orang lain yang bisa mengetahui secara pasti apakah seseorang itu berpuasa atau tidak. Yang paling tahu berpuasa atau tidaknya seseorang hanyalah dirinya sendiri dan penciptanya, Allah SWT.

Sebagai contoh, seorang manusia bisa saja berprilaku seolah berpuasa di hadapan orang banyak dengan tidak makan dan minum, sehingga pada saat itu orang-orang yang melihatnya meyakini bahwa dia sedang berpuasa. Tetapi pada saat tidak ada yang melihat, maka di sinilah ujian kejujuran terjadi pada orang itu, apakah ia akan tetap lanjut berpuasa atau memilih membatalkan puasanya dengan makan dan minum. Semua pilihan itu bisa dilakukan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Jika memang orang tersebut Istiqomah berpuasa, maka secara otomatis dia tidak akan makan dan minum walaupun tidak ada orang lain yang melihatnya. Dengan melakukan tindakan ini maka sebenarnya ia telah lulus dari penyusuran saluran sungai ibadah menuju muara taqwa kejujuran.

Proses penyusuran saluran taqwa kejujuran dalam berpuasa kita jalani setiap hari selama sebulan penuh. Dalam setiap hari pasti ada momen di mana kita sendiri, saat sendiri, maka perjalanan penyusuran saluran terdapat ujian kejujuran. Seorang hamba bisa saja dengan mudah membatalkan puasanya saat tidak ada orang yang melihatnya sambil tetap bertingkah seolah sedang berpuasa saat bergaul dengan kerabat dan teman.

Namun bagi mereka yang tidak melakukannya hal itu menandakan mereka telah sampai kepada tahap keyakinan bahwa diri mereka selalu berada dalam pengawasan Allah SWT, baik dalam keadaan ramai atau sendiri. Bahkan mereka tidak akan pernah merasa sendiri, sebab jika ia sedang sendiri dalam arti tidak ada orang lain yang bersamanya maka sebenarnya saat itu Allah sedang mengawasinya.

Inilah yang disebut dengan mental kejujuran, kita katakan taqwa kejujuran.

Taqwa kejujuran yang sedang dinyalakan kembali selama berpuasa semestinya ditarik masuk ke dalam ruang keseharian, diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Kalau kita tidak pernah berpikir membatalkan puasa walaupun tidak ada orang yang melihat, maka dalam kehidupan sehari-hari kita tidak akan menyengaja dosa dan perbuatan buruk walaupun tidak ada manusia yang mengetahuinya.

Dalam konteks bernegara, mental kejujuran yang disemai selama ramadhan harus dituangkan dengan cara tidak berpikir untuk melakukan korupsi walaupun kesempatan itu terbuka di hadapannya karena boleh jadi tidak ada yang tahu bahwa dia melakukan korupsi, juga tidak berpikir untuk melakukan penyalahgunaan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri dan kelompoknya walupun hal itu bisa dilakukan karena tidak diketahui oleh aparat penegak hukum.

Taqwa kejujuran yang berhasil ditransformasikan ke dalam kehidupan sehari-hari dan kehidupan bernegara pasti akan mendatangkan perubahan dahsyat bagi Indonesia.

Jika diamati dengan seksama, maraknya perilaku penipuan, korupsi, dan jenis kejahatan lainnya diakibatkan runtuhnya taqwa kejujuran dalam diri manusia. Manusia yang telah kehilangan taqwa kejujuran akan selalu mencari kesempatan untuk berbuat zalim sepanjang kezaliman tersebut ia anggap menguntungkan dirinya, khususnya saat ia merasa tidak satupun yang mengawasinya. Ini merupakan konsekuensi bila seorang hamba Tuhan telah kehilangan kesadaran bahwa semua gerak-geriknya diawasi oleh sang Pencipta.

Di tengah kehidupan manusia yang semakin modern, Taqwa kejujuran seolah menjadi barang langka, mirisnya lagi karena orang yang masih kukuh mempertahankan Taqwa kejujuran tidak jarang dijauhi oleh manusia lain karena dianggap sok suci, ini merupakan petaka, semoga kita tidak termasuk kedalamnya.

Penulis: Dr. Baeti Rohman, MA | Ketua Umum DPN Ikatan Sarjana Al-Qur'an Indonesia

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Jaga Iman dengan Berbagi Renungan

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image