Kiat Meraih Gelar Takwa

Hikmah  
Tujuan kita beribadah di bulan Ramadhan adalah untuk meraih predikat takwa.

Kewajiban puasa Ramadhan terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 183, Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (Q.S. al-Baqarah [2]: 183). Dari ayat ini tergambar dengan jelas bahwa target puasa Ramadhan adalah mendapatkan gelar taqwa.

Imam Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambali mengartikan takwa sebagai penjagaan yang dilakukan oleh seorang hamba untuk dirinya terhadap sesuatu yang ditakuti dan dikhawatirkannya, supaya dia terjaga darinya. Penjagaan itu adalah menaati semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Istilah takwa juga di-idhafah-kan (disandarkan) kepada firman Allah dalam al Quran surat Al-Hasyr ayat 18, "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Jika takwa disandarkan kepada firman Allah tersebut, maka makna takwa adalah hanya Allah yang berhak untuk ditakuti dan diagungkan di dalam diri hamba-hamba-Nya, sehingga mereka beribadah dan taat kepada-Nya.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 117, Allah menjelaskan ciri-ciri orang bertakwa yang secara umum dapat dikelompokan menjadi lima indikator ketakwaan, yaitu: Pertama, memelihara fitrah iman dengan beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi.

Kedua, mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta, yakni mengeluarkan harta yang dicintai kepada karib kerabat, anak yatim, orang-orang miskin yang dalam perjalanan, orang yang minta-minta dana, dan orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memerdekakakn hamba sahaja.

Ketiga, memelihara ibadah formal dengan mendirikan shalat dan menunaikan zakat.

Keempat, memelihara kehormatan atau kesucian diri dengan menepati janji. Kelima, memiliki semangat perjuangan dengan bersabar saat kepayahan, kesusahan dan pada waktu jihad.

Adapun keberuntungan yang dijanjikan bagi mereka yang bertakwa adalah; Pertama, datangnya berbagai keberkahan hidup, yakni segala sesuatu yang membuat pemiliknya mendapatkan manfaat dan kebahagiaan, meski secara fisik kelihatan sedikit dan kecil.

Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa pasti Kami (Allah) akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami azab mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al-A’raf: 96)

Kedua, mendapatkan jalan keluar. Seorang yang bertakwa, betapa pun sulit dan peliknya persoalan, tetap tenang dan yakin kepada pertolongan Allah. Ini seperti yang dilakukan Nabi Musa ketika berada di tepi Laut Merah ketika di kejar oleh Firaun beserta bala tentaranya.

Ketiga, dilimpahkan rezeki dari segala penjuru yang sama sekali tidak pernah di duga. “Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tak di sangka-sangkanya. Dan barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia mencukupi segala keperluannya. Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”. (QS. At-Thalaq: 2-4).

Dalam ayat lain Allah berfirman, “Barang siapa yang betaqwa dan mengadakan perbaikan, maka tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS. Al-A’raf: 35).

Luar biasa fasilitas yang Allah siapkan untuk orang-orang yang bertakwa. Lalu pendekatan puasa yang bagaimana sehingga orang yang menunaikan ibadah puasa mendapatkan gelar taqwa tersebut?

KH Cholil Nafis, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, sebagaimana dikutip dari kalam.sindonews.com, mengutarakan bahwa puasa itu bermakna mencegah (imsak) dan menahan. Hal ini berarti, menahan diri dari yang membatalkan puasa berupa makan, minum, dan menyalurkan syahwat kepada pasangan yang sah.

Namun, bagi orang mukmin yang beriman kepada Allah Ta'ala, puasa tidak cukup hanya perangkat zhahir, tapi harus juga dilangkapi dengan puasa batin, yaitu mencegah seluruh organ tubuh dari maksiat. Seperti mencegah pandangan dari yang haram, mulut tak bicara bohong, ghibah dan fitnah, tak mendengarkan yang dilarang Allah sehingga semua organ tubuh selalu dalam taat.

Bahkan hati pun berpuasa sehingga mencegah dari berkhayal dan memikirkan dunia yang menjauhkan diri dari ingat. Makanya saat berpuasa tak layak dan tak ada guna puasanya jika masih menggunjing, memfitnah, dan mengadudomba orang. Baik perbuatan itu secara langsung atau melalui coretan jempol di medsos.

Mari kita berpuasa dari makanan, minuman dan syahwat juga puasa dari maksiat serta puasa dari kesibukan duniawi yang dapat melalaikan zikir kepada Allah SWT demi menggapai takwa.

Nasehat Kyai Cholil kiranya menjadi panduan amalan puasa Ramadhan mendatang dan semoga menjadi wasilah dalam meraih gelar takwa. **

Penulis: Nursyamsa Hadis | dai Hidayatullah.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Jaga Iman dengan Berbagi Renungan

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image