Ulasan

Malu dalam Islam dan Apa Keutamaannya?

Malu adalah cabang dari iman.

Kata malu memang tidak asing di telinga kita. Namun, apa arti malu yang sering kita dengar selama ini? Menurut Wikipedia, malu adalah bentuk emosi manusia. Pengertian ini mereka ambil dari buku berjudul Healing the Shame That Binds You, yang ditulis oleh Bradshaw J (1988).

Sedang dalam perspektif Islam, seperti dijelaskan oleh Ibnu Qoyim yang dikutip dari Jurnal Studia Insania pada halaman ke 110, bahwa hati yang hidup adalah hati yang dihiasi oleh rasa malu yang sempurna.

Malu merupakan sebagian dari iman sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w, "Malu sebagian dari iman" (Riwayat Muslim).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Dalam Hadits lain disebutkan, "Iman itu terbagi tujuh puluh atau enam puluh cabang, yang paling tinggi tingkatannya adalah kalimat La ilaha illa Allah, sedangkan yang paling rendah tingkatannya adalah menyingkirkan duri di jalan, dan malu itu termasuk salah satu cabang iman" (Muttafaqun alaih).

Di antara cabang malu yang lainnya adalah mendatangkan kebaikkan sebagimana sabda Rasulullah s.a.w, "Malu tidak mendatangkan sesuatu kecuali hanya kebaikan semata" (Riwayat Bukhari).

Malu bukan sekedar tingkah laku atau perkataan saja. Malu bukan hanya kepada orang lain. Namun, malu bermaksiat termasuk akhlak yang dianjurkan. Berikut klasifikasi malu menurut Dedi Jamaludin, Lc, yang dikutip dari laman www.pa-tasikmalaya.go.id.

1. Malu Kepada Allah

Malu kepada Allah adalah sifat yang sudah semestinya dimiliki oleh setiap makhluk-Nya. Malu kepada Allah dapat diwujudkan dengan perilaku tidak melanggar aturan-aturan Allah, berusaha untuk melaksanakan segala perintah Allah dengan tulus ikhlas. Misalnya, melaksanakan shalat, puasa, meninggalkan maksiat, dan selalu mengintrospeksi diri dalam segala kesempatan.

Tahukah kita sebenarnya Allah-lah yang sangat pemalu kepada hamba-hamba-Nya, terlebih kepada hamba yang menengadahkan tangan sambil berdoa kepada-Nya? Hal ini disebutkan dalam Hadis, "Sesungguhnya Allah-lah yang Maha Pemalu lagi Maha Mulia. Allah sangat malu untuk menolak permohonan seorang hamba-Nya yang menengadahkan kedua tangan sambil berdoa kepada-Nya sekecil apa pun itu" (Riwayat Turmuzi).

Allah sangat malu dan menyukai sifat malu. Sebagaimana disebutkan dalam hadis, "Sesungguhnya Allah Maha Pemalu lagi Maha Penutup (segala kejelekan makhluk-Nya) maka apabila kamu mandi, pakailah penutup" (Riwayat Abu Ahmad, Abu Daud, dan Nasa'i).

Dari dua Hadis di atas tahulah kita betapa Allah sangat pemalu. Berkaca dari hadis tersebut pula sudah sepantasnya kita memiliki rasa malu.

2. Malu Kepada Diri Sendiri

Malu terhadap diri sendiri adalah malu ketika kita dihadapkan dengan hal-hal pribadi dan bersifat tersembunyi. Misalnya, malu melakukan perbuatan maksiat di tempat umum, dan malu pada diri sendiri ketika memberi sesuatu kepada orang lain tidak sesuai kadar kemampuan, malu ketika menyimpang dari berbuat baik.

Orang yang malu terhadap dirinya sendiri bagaikan malaikat dan iblis yang saling membisikkan antara satu dengan yang lainnya. Apabila malaikat mampu mengalahkan iblis berarti iblis malu terhadap dirinya sendiri dan malu terhadap malaikat. Sebab, diri sendiri dan malaikat berhubungan langsung dengan Allah, bukan dengan manusia (tertutup). Sedangkan ketika iblis kalah dan jatuh pada perbuatan maksiat, maka hilanglah rasa malunya terhadap diri sendiri, malaikat, begitu juga Allah.

3. Malu Kepada Sesama Makhluk

Salah satu sifat terpuji dan akan diampuni dosanya oleh Allah adalah ketika seorang hamba melakukan perbuatan maksiat dan dia tidak menceritakan maksiat tersebut pada khalayak umum.

Hal ini disebutkan di dalam hadis, "Sesungguhnya seluruh umatku akan diampuni (pada hari kiamat) kecuali al-Mujahirun. (Apakah al-Mujahirun itu?), al-Mujahirun adalah orang yang melakukan perbuatan maksiat di malam hari (sampai terbitlah pagi). Sesungguhnya Allah telah mengetahui perbuatan (fulan tersebut) dan Allah juga yang menutupi perbuatan maksiatnya, akan tetapi justru (fulanlah) membuka satir yang telah Allah berikan kepadanya". (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Hadist di atas menjelaskan tentang kerugian orang-orang yang tidak memiliki rasa malu terhadap orang lain. Dia termasuk orang yang tidak dampuni dosanya. Membeberkan aib dan maksiat yang telah dilakukan sama artinya mengajak orang untuk melakukan kejahatan yang serupa. Hal ini akan berakibat buruk pada kehidupan sosial masyarakat nantinya.

Bukankah perbuatan buruk seseorang yang dilakukan karena meniru perbuatan kita akan ditimpakan dosanya kepada diri kita juga? Oleh sebab itu, malu terhadap sesama makhluk Allah adalah salah satu bentuk amal ma'ruf kita kepada orang lain yang dikemas dalam bentuk teladan yang baik.

Penulis: Putri Sekar Arum | mahasiswi STID M Natsir, Jakarta.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Jaga Iman dengan Berbagi Renungan